Wayang Suket Mbah Gepuk
Suket Kasuran yang hanya tumbuh di bulan Sura, oleh tangan Mbah Gepuk dianyam menjadi sebuah karya Seni Kriya Rumput yang sangat indah dibalik kerumitannya. Rumput Kasuran bagi maoritas masyarakat desa Bantar Barang Kec. Rembang Kab. Purbalingga hanya berfungsi sebagai pakan ternak, bahkan tak jarang justru dianggap tumbuhan pengganggu yang perlu dibabat habis dari sawah mereka.
Mbah Gepuk kini telah tiada, beliau meninggalkan karya seni yang patut dihargai oleh masyarakat khususnya 'Wong Purbalingga". Karya Mbah Gepuk telah diakui khasanah Seni Rupa Nasional kendati Mbah Gepuk tidak bersekolah di Perguruan Tinggi Seni. Pada tahun 1995 Mbah Gepuk berpameran Tunggal di Bentara Budaya Yogyakarta. Karya Wayang Suket Mbah Gepuk mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat seni Yogyakarta yang telah tumbuh lebih baik. Pada tahun berikutnya Bentara Budaya Jakarta mengundang Mbah Gepuk berpameran dengan Sukasman (alumni ASRI Yogya, sekarang ISI Yogya) dan Heridono (alumni ISI Yogya) keduanya seniman Wayang Alternatif yang telah melanglangbuana hingga ke Mancanegara.
Kemampuan menganyam rumput menjadi Wayang Rumput (wayang suket) menurun kepada Badriyanto, cucunya. Ada beberapa perbedaan anyaman Mbah Gepuk dan Badriyanto walaupun secara umum Badriyanto mengadopsi teknik yang diajarkan Mbah Gepuk.
Selain Badriyanto, ada Ikhsan. Seorang pemuda yang tidak berguru langsung kepada Mbah Gepuk, tetapi Iksan mengamati melalui foto katalog pameran Mbah Gepuk. Ikhsan yang piawai menggambar bahkan mencoba melakukan terobosan dengan berganti media. Jika Mbah Gepuk dan Badriyanto menggunakan Suket Kasuran, maka Ikhsan memilih alternatif rumput yang tumbuh dipinggir jalan di desa Bantarbarang.
Mbah Gepuk, Badriyanto dan Ikhsan patut mendapat apresiasi yang baik atas kemampuan berkarya dan kepedulian terhadap alam beserta kontribusinya bagi khasanah Seni Rupa Indonesia.
Mbah Gepuk kini telah tiada, beliau meninggalkan karya seni yang patut dihargai oleh masyarakat khususnya 'Wong Purbalingga". Karya Mbah Gepuk telah diakui khasanah Seni Rupa Nasional kendati Mbah Gepuk tidak bersekolah di Perguruan Tinggi Seni. Pada tahun 1995 Mbah Gepuk berpameran Tunggal di Bentara Budaya Yogyakarta. Karya Wayang Suket Mbah Gepuk mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat seni Yogyakarta yang telah tumbuh lebih baik. Pada tahun berikutnya Bentara Budaya Jakarta mengundang Mbah Gepuk berpameran dengan Sukasman (alumni ASRI Yogya, sekarang ISI Yogya) dan Heridono (alumni ISI Yogya) keduanya seniman Wayang Alternatif yang telah melanglangbuana hingga ke Mancanegara.
Kemampuan menganyam rumput menjadi Wayang Rumput (wayang suket) menurun kepada Badriyanto, cucunya. Ada beberapa perbedaan anyaman Mbah Gepuk dan Badriyanto walaupun secara umum Badriyanto mengadopsi teknik yang diajarkan Mbah Gepuk.
Selain Badriyanto, ada Ikhsan. Seorang pemuda yang tidak berguru langsung kepada Mbah Gepuk, tetapi Iksan mengamati melalui foto katalog pameran Mbah Gepuk. Ikhsan yang piawai menggambar bahkan mencoba melakukan terobosan dengan berganti media. Jika Mbah Gepuk dan Badriyanto menggunakan Suket Kasuran, maka Ikhsan memilih alternatif rumput yang tumbuh dipinggir jalan di desa Bantarbarang.
Mbah Gepuk, Badriyanto dan Ikhsan patut mendapat apresiasi yang baik atas kemampuan berkarya dan kepedulian terhadap alam beserta kontribusinya bagi khasanah Seni Rupa Indonesia.
wayang yang sangat indah. Tidak disanggka berbahan rumput
BalasHapussaya mengidolakan Arya Kumbakarna, kira2 bisa npesan tidak pak?
BalasHapus